Selasa, 30 Desember 2008

HUMAN INVESTMENT SEBAGAI SOLUSI MUDAH MENGATASI KETERPURUKAN AIR POWER INDONESIA

Terasa naïf memang , ditengah keterpurukan multidimensional bangsa ini dengan masih memilih AIR POWER untuk di kupas dan dibahas dalam tulisan ini. Sangatlah mungkin akan banyak pihak yang menjadi berang manakala urusan - urusan dibidang pertahanan dibahas untuk memperoleh kemajuan yang significan tatkala banyak perut yang masih lapar karena memang perekonomian kita belum “maju jalan” dari fase “jalan ditempat “ yang begitu panjang. Tapi bukan pula tanpa alasan penulis mengambil tema diatas, dan bukan pula sebagai sentiment pribadi karena kebetulan mengais rejeki dibidang penerbangan dan sering merasa kurang “sreg” dengan kondisi AIR POWER bangsa tercinta ini. Sedikit menukil sebuah pernyatan dari yang terhormat Profesor Sondang P Siagian, “ Pembangunan Nasional Adalah Sine Qua Non, yaitu kegiatan bersifat multidimensional dimana tiap – tiap aspeknya saling terkait dan berhubungan satu dengan yang lain”. Sebagai contoh mudah saya mencoba “Merewind” kembali ingatan kita tatkala awal tahun dua ribuan dimasa pemerintahan Megawati Sukarno putri. Waktu itu pemerintah berencana memperbaharui pesawat pesawat TNI AU dan kapal - kapal perang TNI AL yang memang sudah banyak yang dimakan usia. Kala itu banyak sekali dan bahkan sebagian besar tokoh politik menentang dengan alasan klasik bahwa perekonomian lebih memerlukan perhatian dibanding membeli pesawat ataupun kapal perang. Dibalik itu semua, saya juga ingin mengemukakan data bahwa kurang lebih 2 milyar US Dolar negara kita dirugikan tiap tahunnya oleh kasus pencurian ikan dan itu berarti 1/3 dari potensi ekspor ikan kita telah diambil oleh nelayan asing, dimana potensi ekspor ikannya berkisar 6 milyar tiap tahunnya ( Data Departemen Kelautan dan Perikanan ). Yang tak kalah serunya adalah gejolak kaum – kaum separatis pengacau keamanan yang tak kunjung tuntas dibasmi yang menyebabkan investor asing enggan melirik Indosia sebagai lahan untuk menanam modal karena masih ragu dengan stabilitas keamanan dinegara ini. Dan satu lagi yang membuat saya trenyuh tatkala terjadi berbagai bencana alam yang bisa dikatakan beruntun dan acak diberbagai pelosok tanah air, dimana perekonomian di daerah bencana terasa susah untuk pulih sebagai akibat lambatnya bantuan karena keterbatasan dukungan pesawat maupun kapal angkut dari TNI sebagai sarana distribusi yang paling ideal.Bukankah cukup jelas bahwa kasus- kasus lemahnya sarana pertahanan bangsa ini berbanding lurus dengan lemahnya perekonomian, sehingga tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kita tidak mungkin mengesampingkan salah satu aspek dalam sebuah pembangunan multidimensional termasuk didalamnya pembangunan AIR POWER ( sebuah SINE QUA NON).

AIR POWER atau secara harfiahnya berarti kekuatan udara, lahir berbarengan dengan dikenalnya media udara sebagai sarana efektif untuk memperoleh keunggulan dimedan peperangan. Begitu pesatnya perkembangan Air Power ini sampai – sampai muncul pemikiran ekstrim dari seorang ahli bernama Stefan Posoni yang mengatakan desain tentang pertahanan cukup dengan membentuk angkatan udara saja, tidak lagi memerlukan angkatan darat dan laut. Terasa sangat ekstrim memang, tapi menilik keberhasilan Amerika menguasai Irak pada invasinya beberapa saat lampau terasa sangat gamblang bahwa AIR POWER berperan dominant, akan tetapi bukan berarti secara sah bisa dikatakann bahwa semuanya karena jasa angkatan udara saja, angkatan lain juga berperan hanya saja angkatan udaralah yang lebih dominant. Beberapa kesimpulan yang bisa ditarik tentang AIR POWER dari awal munculnya pendapat Posoni sampai gemilangnya Amerika menaklukkan irak adalah karakteristik dasar AIR POWER yang membuatnya unggul dari kekuatan pertahanan yang lain baik darat maupun laut adalah sebagai berikut:

1. Ketinggian ( height ) Kemampuan pesawat yang dapat beroperasi di atas suatu ketinggian berarti dapat melakukan observasi lebih baik dan lebih jauh dari pada sarana yang lain. Dengan ketinggian membuat pesawat mampu melihat apa yang terjadi didarat dan dilaut.

2. Kecepatan ( speed ) dengan kecepatan semakin besar memungkinkan tugas akan selesai dalam waktu yang lebih singkat dengan frekuensi yang lebih banyak. Selain itu mampu melaksanakan proyeksi kekuatan militer dengan cepat dan tepat ke daerah sasaran.

3. Jarak Jangkau ( range ) dengan media udara dan kecepatannya, tentu saja kekuatan udara mampu melaksanakan tugas dengan jarak jangkau yang lebih jauh, bahkan mampu melihat kegiatan musuh sampai kegaris belakang.

Selain ketiga kemampuan inti tersebut masih banyak kemampuan tambahan yang dapat diperoleh diantaranya daya hancur yang presisi serta kemampuan eksploitasi informasi yang memungkinkan kita unggul. Akan tetapi kemudian pernah saya temukan sebuah pernyataan yang maaf kalo boleh saya bilang “Samin” yaitu menganggap kekuatan perang ( atau dalam hal ini alat pertahanan ) sama sekali tidak dibutuhkan toh negara kita tidak sedang perang dan aman – aman saja. Mungkin saya bisa memahami bahwa sedikit orang yang masih belum mengerti bahwa kata – kata “perang” ataupun penjajahan yang bernuanasa imperialis sudah tidak bisa lagi diterjemahkan sebagai suatu invasi terbuka saja sepertihalnya Belanda menjajah Indonesia ataupun Amerika menaklukkan Irak. Pencurian kekayanan alam seperti ikan dan pasir laut atau bahkan pengakuan kepulauan – kepulauan luar Indonesia secara sepihak sangatlah “pas” dikatakan sebagai bentuk penjajahan modern. Tentu saja yang harus ditanyakan kenapa mereka sampai berani berbuat seperti itu terhadap bangsa ini ? tak lain tak bukan adalah karena lemahnya pengawasan kita terhadap wilayah yang membentang dari sabang dan merauke ini.

Seperti yang telah kita bahas diatas bahwa AIR POWER memiliki banyak keunggulan dalam mengemban misi pertahanan. Demikian halnya dengan kondisi wilayah Indonesia yang membentang luas dengan 17.000 pulau yang tersebar diwilayah perairan yang luas, AIR POWER dengan keunggulan dalam hal ketinggian,kecepatan dan jarak jangkau adalah jawaban yang tepat sebagai solusi masalah pertahanan yang harus digaris bawahi. Tapi tentu saja tanpa melupakan pembangunan di bidang yang lain dan memperhatikana dengan penuh kesadaran tentang kondisi moneter negara yang masih belum stabil, perlu diambil jalan tengah yang terbaik demi kepentingan bersama. Tidak perlu kita membangun AIR POWER secara instant layaknya di tahun enam puluhan dimasa pemerintahan Presiden Sukarno, dimana kita merasakan kejayaan sesaat sebagai maestro AIR POWER di seantero Asia Tenggara yang akhirnya runtuh sedikit demi sedikit karena embargo. Memang kita harus mulai meninggalkan kecenderungan kita terhadap sesuatu yang instan atau tanpa fondasi yang kuat karena memang sangat berbahaya dan rentan terhadap kehancuran. Secuil saya menceritakan kembali kisah kebangkitan Jepang pasca ledakan bom di Hirosima dan Nagasaki, kala itu pemerintah jepang sangat mencita- citakan negaranya kembali pulih seperti semula dan keluar dari keterpurukan akibat kalah perang. Bukan dengan berlomba- lomba mencari pinjaman luar negeri untuk memulihkan perkonomian. Akan tetapi pemerintah Jepang mengadakan program mengumpulkan para guru terutama para guru Taman Kanak – Kanak untuk memulihkan bidang pendidikan dan mencetak generasi penerus yang handal sebagai modal utama membangun negaranya kelak. Mereka bekerja keras mencetak generasi yang santun, bertanggung jawab dan nasionalis mulai dari TK dan Sekolah Dasar, kemudian memolesnya menjadi intelek – intelek muda berkualitas pada jenjang pendidikan selanjutnya.Dewasa ini bisa kita lihat betapa majunya Jepang dengan masyarakatnya yang intelek dan berdisiplin tinggi yang tentu saja itu bukan hasil kerja instant akan tetapi buah kerja keras mulai dari jenjang pendidikan Taman Kanak – Kanak. Inilah yang saya sebut sebagai “HUMAN INVESTMENT”, sebuah investasi tepat guna yang menuntut kerja keras dan tekad kuat serta jauh dari kesan “ WASTING MONEY “ tapi berpotensi mencetak dasar yang kuat dan modal yang berarti dalam sebuah upaya pembangunan.

Seperti kata pepatah “ Pengalaman Adalah Guru Yang Terbaik” dan dalam hal ini tentunya tidak harus “saklek” bahwa kita harus berguru pada pengalaman yang pernah kita peroleh sendiri.Lebih transparannya lagi, alahkah baiknya kita memanfaatkan taktik Jepang dengan HUMAN INVESTMENTnya sebagai “ obat “ untuk masalah air power di negara Indonesia ini dan dengan berpikir jauh kedepan serta mempertimbangkan sebuah teknologi yang potensial, layaknya Amerika Serikat yang memenangkan teknologi “Stealth” dan UAV ( Unmaned Air Combat Vehicle ) pada dekade saat ini setelah mereka menyadari sebuah potensi alat pertahanan generasi baru dan mengadakan berbagai riset mulai awal tahun delapan puluhan, hingga akhirnya sekarang menjadi negara paling sukses dengan pesawat siluman dan pesawat tanpa awaknya.Untuk itu ada baiknya Indonesia mulai memikirkan sebuah teknologi yang potensial untuk perkembangan AIR POWER dikemudian hari dan mulai mencetak tenaga – tenaga ahli sebagai pengembangnya.Indonesia harus mulai fokus untuk menciptakan tenaga – tenaga ahli sebagai sebuah investasi dengan memperbaiki kualitas pendidikan dan menimba ilmu serta tehnologi dari negara-negara yang lebih maju. Dengan banyaknya tenaga ahli di bidang tehnologi Dirgantara , Informasi dan Multi Media serta dengan lebih jeli menilik kecenderungan teknologi alat pertahanan masa depan melalui berbagai riset yang sungguh –sunguh, saya sangat yakin Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan dan mencoba membangun kembali AIR POWERnya dengan basic yang kuat serta dengan kekuatannya sendiri tanpa bergantung kepada negara lain, yang tentunya dengan harapan akan berbanding lurus dengan perkembangan keamanan teretorial, perekonomian serta kesejahteraan .( KRISNAYOGI S.AP )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar