Selasa, 23 Desember 2008

Si Burung Kecil Di Tengah Amukan Sang Bengawan ( Kisah Crew Helly EC 120 B Colibri saat membantu korban banjir di sekitar Bengawan Solo)



“Dimusim hujan air meluap sampai jauh”…..demikian sebait lagu karya Gesang yang dengan merdunya melantunkan kebesaran Bengawan Solo yang terkenal diseantero Indonesia. Sungai besar sepanjang puluhan kilometer yang meliuk-liuk melintasi wilayah Jawa tengah sampai Jawa timur ini, pada masa dahulu sempat menjadi jalur perdagangan kapal-kapal besar para saudagar laiknya jalan tol pada jaman sekarang. Namun seiring dengan perkembangan dan pergeseran di semua lini perikehidupan, sungai yang sempat jaya di masanya itu tak lagi menjadi urat nadi jalur transportasi perdagangan dan bahkan hanya menyisakan bencana banjir besar akibat pendangkalan dan eksploitasi yang tidak benar terhadap sungai ini. Crew Helikopter Colibri yang tengah bertugas di madiun turut menjadi saksi betapa ganasnya luapan Sang Bengawan saat peristiwa banjir di awal tahun 2008 yang menyisakan kesedihan di balik kebesaran namanya yang telah mulai memudar.

Minggu sore diawal Januari 2008…..Sudah lebih 2 minggu Crew Helikopter Colibri melaksanakan tugas Stand by SAR mendukung pesawat tempur di Lanud Iswahyudi Madiun. Helikopter dari Skadron Udara 7 Kalijati ini diawaki oleh “ Duo Buddyright” Lettu Pnb Iwan Setiawan dan saya sendiri ( Lettu Pnb Krisnayogi ) dengan dibantu Serka Agus Edi dan Sertu Sunanto yang masing – masing bertindak sebagi Juru Montir Udara dan bagian Avionic. Seperti halnya hari libur di minggu sebelumnya masa – masa “idle” saat itu kami gunakan untuk sekedar bersantai membaca buku ataupun menonton televisi, terkecuali saya yang sejak jumat malam telah ijin untuk menengok keluarga di Jombang dan Kediri. Hujan gerimis dan lebat silih berganti mengguyur sejak sabtu pagi sampai minggu siang. Saya yang sudah bersiap – siap untuk kembali ke Madiun harus sabar menunggu hujan reda untuk berangkat menuju halte pemberhentian bus jurusan madiun. “ Casio” ditangan saya sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB disaat masih ngobrol dengan mertua menunggu hujan reda. Selang beberapa saat kemudian mendadak handphone saya berbunyi dan betapa terperanjatnya saya saat membaca SMS dari iwan yang mengabarkan bahwa air sungai Metro di wilayah madiun meluap akibat curah hujan yang terlalu lebat dua hari terakhir ini. Feeling saya mengatakan untuk tidak lagi menunggu hujan reda untuk segera bergabung dengan rekan yang lain di Madiun. Akhirnya dengan menerobos lebatnya hujan saya bergegas berangkat ke halte dan puji syukur tak lama waktu berselang, bis Sumber Kencono arah Surabaya Jogja via madiun datang dan siap mengantar saya ke Madiun. Sepanjang jalan hujan masih terus mengganas. Masuk wilayah pinggiran kota Madiun, daerah Nglames dan sekitarnya sudah terlihat terendam air walaupun belum sampai meluber sampai ke badan jalan. Sesaat sebelum bis yang saya tumpangi masuk terminal, iring- iringan truk Paskhas AU dan Brimob ramai melintas membawa pasukan SAR dan perahu karet. Jantung saya semakin berdegub kencang memburu perasan saya untuk segera berkumpul dengan crew yang lain dengan harapan apabila sewaktu-waktu ada misi di masa darurat akibat banjir, seluruh crew sudah lengkap dan siap untuk bergerak.

Senin pagi Januari 2008.....Sejak minggu sore disaat saya sudah bergabung dengan rekan yang lain sampai dengan senin pagi, kami terus memonitor radio yang tak henti hentinya berbunyi sarat komunikasi untuk mengkoordinir penanganan banjir dan sampai saat itupun belum ada perintah khusus untuk crew helly agar menjalankan misi. Namun seperti halnya jadwal rutin di setiap senin pagi, kami bersiap – siap melaksanakan terbang profisiensi sebelum pesawat tempur mulai latihan. Hari itu kami merencanakan terbang ke area khususnya ke daerah – daerah yang terlanda banjir untuk memantau situasi di lapangan dari atas. Lepas dari landasan menuju arah Ponorogo kami sengaja mengikuti aliran sungai Metro yang membentang mulai dari Ponorogo sampai Madiun dan bersatu dengan aliran Bengawan Solo di Ngawi. Beberapa menit mulai mengudara alangkah terperanjat kami saat melihat kenyataan di lapangan. Dari udara tampak jelas sepanjang aliran sungai bahkan melebar jauh dari daerah bantaran, rumah – rumah di pinggiran Ponorogo terendam sampai setinggi atap. Orang – orang melambai – lambai saat kami melintas dan terlihat menyelamatkan diri dengan menaiki atap rumah, Kubah Masjid atau tempat tinggi apa saja yang tidak terendam banjir. ” MasyaAllah”....bibir kami bergetar mengucap asma Allah melihat bencana nan begitu dahsyat. Taman kota Madiun di pinggir sungai Metro yang biasanya terlihat indah tampak seperti waduk dan hanya tugu pesawat Mig 17 Fresco yang kini tampak seperti sebuah pesawat yang terbang rendah di atas permukan air. Lepas dari madiun masuk daerah Ngawi, Colibri berputar – putar beberapa kali menyaksikan kota Ngawi yang terisolasi di sibukkan dengan kemacetan iring – iringan kendaran yang tidak bisa keluar ataupun masuk karena seluruh akses jalan dari Sragen, Madiun maupun ”Bypass” kearah Caruban terputus terendam luberan Bengawan Solo. Jembatan – jembatan besar rata bahkan terendam aliran sungai dibawahnya, tugu selamat datang di kota Ngawi terendam dan tampak perahu karet Paskhas melintas di bawahnya bahu membahu melaksanakan evakuasi warga korban banjir. Dari hasil pantauan kami lewat udara, masih banyak daerah – daerah yang belum terjangkau petugas SAR dikarenakan medan yang sulit dan terbatasnya peralatan untuk mengcover area yang terlanda banjir yang sangat luas meliputi Ponorogo, Madiun, Ngawi bahkan sampai ke Bojonegoro. Beruntung hari itu kami melaksanakan terbang profisiensi sehingga dapat mencatat perkembangan situasi maupun akses di seluruh daerah – daerah terendam banjir terutama daerah – daerah terpencil dan terisolasi yang dapat kami jangkau dengan helikopter namun belum ataupun sulit dijangkau perahu karet petugas SAR, data tersebut nantinya akan kami laporkan ke Satkorlak agar segera dicarikan solusi untuk penanganan selanjutnya.


Selasa sore dipertengahan 2008......Pesawat Colibri sudah mulai dilibatkan dalam misi penanggulangan dampak banjir, khususnya dalam misi dukungan logistik. Dan salah satu misi yang sangat berkesan adalah misi dukungan logistik di sebuah daerah diperbatasan Bojonegoro Lamongan, daerah Laren adalah ”saksi hidup” misi pada hari itu. Cuaca tetap kurang bersahabat hingga memaksa kami menghindari gumpalan – gumpalan awan untuk sampai ke daerah sasaran yang merupakan desa terisolasi akibat banjir yang sempat kami temukan pada penerbangan sebelumnya. Desa itu terletak di bantaran Bengawan Solo yang jauh dari pusat kota Bojonegoro maupun Lamongan dengan akses jalan darat yang telah luluh lantak diterjang derasnya air bah. Dari ketinggin desa itu tampak hanya seperti kumpulanan atap – atap rumah dan pepohonan yang terkepung derasnya jebolan aliran sungai yang tak henti – hentinya menggelontor dengan deras. Kami membatalkan niat kami semula untuk melepaskan bantuan dari udara karena khawatir logistik yang berupa Mie Instan berpuluh-puluh kardus akan banyak yang hanyut karena air belum surut dan masih mengalir dengan deras. Colibri sudah beberapa kali berputar- putar rendah sampai akhirnya sesaat kemudian saya melihat lahan kosong yang tersamar ditengah pohon – pohon tinggi. Lahan yang terendam air itu kurang lebih sebesar 2 kali lapangan voli dengan dikelilingi pepohonan tinggi, sekilas amat mirip dengan medan latihan yang sering kami ”jajal” di kalijati yang berupa spot – spot kecil di tengah lahan karet. Tanpa membuang waktu, Letnan Iwan ”Pilot in Comand” saat itu segera mengurangi ketinggian dan melaksanakan prosedure ”Hi Rece” dan ”Low Rece” untuk memastikan keamanan daerah yang akan kami darati tersebut. ” Wah becek, Yog...kumaha iye teh? ” Iwan berkata sedikit kecewa dengan logat Sundanya yang medhok. Namun dia tetap memutuskan untuk melaksanakan ” Dummy Approach” sebagai prosedure standard sebelum memutuskan untuk bisa landing ataukah tidak, dengan cara terbang pelan dan rendah melintas kurang lebih 50ft diatas spot. Iwan mengambil ancang – ancang melawan arah angin dan mengarah ke sudut diagonal dari lahan tegak lurus diantara dua celah pohon yang paling rendah dengan sedikit demi sedikit menurunkan ”altitude”. Heli mulai mendekat sampai akhirnya sekitar 50ft diatas spot, tiba – tiba Iwan berteriak kegirangan ” Bisa Yog” dan sesaat kemudian menambah power pesawat untuk ” Go Arround”( kembali terbang mencari ketinggian dan mengulangi ”Approach” untuk benar – benar landing diatas lahan tersebut). Ternyata saat ”Dummy Approach” dan passing diatas lahan, Iwan melihat sebidang tanah yang walaupun tidak tepat ditengah namun tidak becek karena posisinya yang relatif agak tinggi dan ditumbuhi rumput - rumput pendek. Heli kembali mendekati spot sampai akhirnya benar – benar telah ”mengambang” 3ft diatas tanah. Pelan – pelan ”Skid pesawat” menempel ditanah, dan sesaat setelah yakin pesawat tidak akan ambles, bantuan segera diturunkan. Kurang dari dua puluh menit bantuan selesai di turunkan. Sepatu dua anggota saya penuh berjibaku dengan lumpur saat menurunkan logistik, dari raut wajah keduanya menyorotkan rasa bahagia melihat warga yang penuh suka cita melambaikan tangan mengiringi saat – saat keberangkatan kami kembali ke Iswahyudi. Namun ternyata ketegangan belum berlalu. Tiba – tiba sesaat sebelum pintu pesawat mulai ditutup, seorang bapak tua belepotan lumpur disekujur tubuhnya berteriak menghampiri pesawat. Saya berteriak ke Serka Edi untuk turun lagi dan mencegah bapak itu mendekati pesawat. Tapi terlambat, bapak itu keburu dekat dan merangsek mendekati jendela pintu saya. Seketika saya buka jendela pintu pesawat dan mengisyaratkannya untuk menjauh. Bapak itu masih ngotot dan sambil dengan agak merunduk mengeluarka sesuatu dari kantong bajunya. Sambil tersenyum bapak itu menyodorkan sebungkus rokok Djarum 76 kretek. Dengan sedikit samar – samar terganggu suara deru mesin heli dan dari melihat mimik bibirnya, saya paham dia berkata ” Matur Suwun Pak”. Saya mengangguk menerima pemberiannya dengan haru dan diapun berlalu kembali kepinggir lahan kemudian melambaikan tangannya mengantar heli yanga mulai mengambang dan bergerak mengangkasa. Sebungkus rokok Djarum 76 kretek mungkin harganya tidak seberapa, namun ini sebuah kejutan yang tidak pernah kami kira sebelumnya yang mengajarkan kami semua tentang nilai sebuah ketulusikhlasa, rasa saling menghargai dan hubungan batin untuk tolong menolong antar sesama.

Amukan Bengawan Solo telah mengajarkan banyak hal pada kami. Pengalaman baru yang mengajarkan kami untuk lebih peduli pada ciptaan Tuhan, khususnya untuk menghargai alam sekitar serta memupuk maupun rasa kasih dengan orang lain disekitar kita. Di sisi lain kami juga mendapatkan pengalaman dan pelajaran yang tentunya semakin meyakinkan kami bahwa dengan daya jangkau yang lebih luas dan akses kedaerah - daerah terpencil yang lebih mudah serta cepat, pemanfaatan alutsista udara khusunya Helikopter untuk mendukung misi kemanusiaan adalah solusi yang sangat tepat. Demikian halnya dengan EC 120 B Colibri yang pada dasarnya adalah heli latih multiguna adalah juga salah satu alutsista yang sangat strategis untuk digunakan saat terjadi bencana alam seperti halnya banjir. Seiring dengan perkembangan situasi dan mengacu pada prosedure yang ada, Colibri dapat digunakan untuk misi SAR terbatas, Angkut personil, Evakuasi medis, pemantauan dan pemotretan udara maupun dukungan logistic. Dengan sedikit mengubah posisi seat di kabin belakang yang memang di desain ”removable” , sekejab Colibri dapat disulap dari heli angkut penumpang nan cantik menjadi helly SAR ataupun ambulan udara yang gesit lengkap dengan blankar pasien dan tempat duduk paramedis. Dan yang lebih pentingnya lagi kemampuannya benar – benar sudah dipraktekkan dan teruji dilapangan pada situasi sesungguhnya alias ” battle proofment”. Seperti saat missi mengangkut anggota TNI yang terselang malaria di sebuah kompi terpencil di daerah Nangroe Aceh Darusalam pada tahun 2007 lalu ataupun contoh yang paling ”gress” adalah pengalaman kami diatas saat menjalankan misi dukungan logistik korban banjir di daerah terisolasi di Laren jawa timur, yang serta merta mampu membuktikan bahwa bentuk Colibri yang tidak terlalu besar bukan halangan untuk menjalankan misi dukungan logistik maupun evakuasi dan bahkan dengan bentuk kecilnya nan lincah Colibri sanggup menjangkau daerah – daerah kecil yang terisolasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar